Mungkin ini agak telat. Berikut ini analisis mahasiswa ekonomi gadungan (saya) terkait isu demo taksi kemarin.
Semester ini saya mengambil mata kuliah ekonomi industri. Di matkul ini
banyak membahas mengenai struktur pasar dengan fokus ke oligopoli
(ketika pasar dikuasai oleh beberapa penjual saja). Industri taksi di
Indonesia pun bisa dibilang oligopoli. Hanya hitungan jari saja
perusahaan yang marak beroperasi, terlebih lagi market share perusahaan
yang paling marak beroperasi sangat dominan.
Masalah dari
oligopoli ini sendiri adalah timbulnya interdependensi. Maksudnya adalah
karena hanya ada beberapa penjual, persaingan pun menjadi ketat. Jika
perusahaan A menurunkan harga, perusahaan B pun tidak mau kalah. Hal-hal
seperti itu. Nah, karena adanya interdependensi, seringkali berujung
pada kolusi untuk mempermudah aktivitas mereka. Salah satu bentuk kolusi
yang cukup parah yaitu kartel. Kartel adalah kerja sama antar
perusahaan untuk menetapkan harga, membatasi suplai, dan mengurangi
kompetisi. Kartel dilarang hampir di semua negara, termasuk Indonesia,
karena merugikan konsumen.
Bukan tidak mungkin industri taksi di
Indonesia terdapat kartel. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)
sudah mencium adanya kartel, namun entah kenapa berita ini sepertinya
mudah sekali dikubur, karena tidak ada tindak lanjutnya.
Sehingga masalah kali ini bisa jadi muncul karena adanya pendatang baru,
perusahaan aplikasi transportasi, yang bukan merupakan member dari
kartel tersebut, namun operasionalnya 'mengganggu' kartel karena
menambah persaingan. Sementara tujuan kartel itu sendiri adalah untuk
melenyapkan persaingan. Contohnya ditetapkannya tarif bawah taksi, itu
pun pada awalnya usulan dari Organisasi Angkutan Darat yang diketuai
oleh salah satu pemilik perusahaan taksi. Tarif bawah ini ditetapkan
agar tidak terjadi price war antar taksi. Agar semua senang, mendapat
porsinya masing-masing. Kedengarannya bagus, tapi untuk konsumen, jelas
merugikan karena tidak ada pilihan lain dan tarif yang seharusnya bisa
lebih murah, jadi lebih mahal.
Ketika perusahaan taksi tahu
mereka tidak mampu bersaing dengan perusahaan aplikasi transportasi, mereka memprovokasi
para supir. Mana ada supir taksi yang melek hukum, mengkaji pajak, dll
tuntutan mereka? Mungkin ada namun sedikit. Dan tak mungkin semuanya
mengkaji. Pasti ada pihak yang memprovokasi. Para supir mudah tersulut
emosinya karena mereka pun merasa terganggu, merasa tidak aman dalam
pekerjaan mereka karena adanya saingan yang lebih murah, penumpang pun
berkurang. Mereka pun menelan bulat-bulat, mempercayai fakta yang
diberikan, kemudian demo besar-besaran. Hal ini menjadi salah satu
pemicu untuk meningkatkan bargaining power kartel taksi. Kartel taksi
pun puas.
"Ah, tapi kan citra taksi jadi jelek, beralih aja ah"
"Bukannya malah merugikan ya? Kan orang-orang jadi pada gak mau naik"
Fenomena hari ini yang saya alami justru teman saya yang jarang naik
taksi, memesan taksi karena hari ini digratiskan. Taksi masih mendapat
tempat di hati orang-orang. Contohnya di mall, lebih mudah mendapat
taksi karena ada pool dan tidak perlu menunggu. Penumpang yang
supermarginal (sebenarnya mampu membayar lebih dari tarif taksi) pun
tidak akan terganggu, toh sudah terbiasa naik taksi dan tarif bukan
masalah. Mungkin penumpang yang marginal memang akan beralih. Masih ada
juga generasi berumur yang tidak paham jika harus memesan melalui
aplikasi. Perusahaan pun ada yang bekerja sama memberikan voucher taksi
gratis jika lembur.
Perusahaan aplikasi transportasi memang bisa
lebih murah karena mereka tidak terikat dengan kartel. Tarif mereka
bisa menyesuaikan dengan mekanisme pasar. Penumpang tidak akan mau
beralih dari taksi yang mereka sudah biasa tumpangi, jika tarif Uber dan
Grab tidak mampu bersaing. Market research pun pasti sudah dilakukan
untuk menentukan tarif. Bukannya karena 'monopoli harga' seperti yang
dituduhkan supir taksi.
Jadi, untuk supir taksi, sadarlah kalian
itu dimanfaatkan. Kalau mau demo, sebaiknya ke kantor pusat kalian.
Kenapa mereka tidak mampu bersaing? Kenapa mereka malah menjatuhkan,
bukannya memikirkan strategi? Ada apa di balik ini semua?
Sekian dan terima kasih :)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Oh Gosh... ini artikel pengkajian yg kubaca detail banget loh! Kemaren2 gak begitu ngikutin perkembangan berita soal demo massal ini. ternyata oh ternyataa...
ReplyDeletetulisandarihatikecilku.blogspot.co.id
Hehehe semoga membantu ya sist, tapi ini hanya opini aku aja sih :)
DeleteOligopilo hehehe.. Baru tau nih.. Pasti nya mereka hanya pion pion perusahaan besar yang takut bersaing.. Hhhhh.. Seandainya indonesia mempunyai taksi online sendiri yang tidak dikelola swasta asing alangkah bagusnya..
ReplyDeleteIyaa benar, hmm bisa saja gojek jadi ada go-car mungkin? Tapi menurut aku sih ga mungkin yaa, bakal menuai banyak protes soalnya, dan gak aman aja sih pasti makin didemo.. Mending bagusin di yang udah ada aja.. Sebenarnya enaknya kalau perusahaan taksi yang sudah ada merambah ke online juga ya, walau Blue Bird udah ada tapi masih jelek menurut aku agak asal-asalan.. Entah kenapa bukannya dibagusin malah protes..
Delete